Anwar Mujahidin1, Zamzam
Farrihatul Khoiriyah2
1,2Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Ponorogo Jl. Pramuka 156
Ponorogo
anwarmujahidin@iainponorogo.ac.id1
Abstract: This study aims to analyze the tafseer al-Mishbāh by M. Quraish
Shihab on the verses relating to the process of the human creation that
has relevance to
the concept of
prenatal education. The approach
used in this research is tafsir maudhū'i, ie tracing the verses relating to the
problem under study and then described the interpretation of the verses. The
data that have been collected then analyzed
by the method
of content analysis
which analyze the interpreter's thoughts with theoretical
categories so that found the main message and the context. The results of the
study show that, God created the
first human Adam
and Eve then
cultivate it into human
offspring, by creating
the womb. The
stages of human development in
the womb are
ranging from nuthfah,
'alaqah, mudghah and ansya'a khalqan ākhar. The stage of ansya'a khalqan
ākhar is the stage of the blowing of the spirit, the covenant of God with man,
and God gives nature to man. Since that phase, children can get
education. The effort
to be done
by parents in
educating children in the prenatal period are running worship, reading
and memorizing Al-Qur`a, dzikir,
dialogue, follow the
study of Islam (majlis ta`lim), behave well, and be
consistent.
Keywords:
Prenatal Education, Tafsir
al-Mishbāh, Family
Pendahuluan
Pendidikan merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Dewey dalam Jalaluddin menyatakan,
bahwa pendidikan sebagai
salah satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai
bimbingan, sarana
pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan
serta membentuk disiplin hidup. Pernyataan ini, setidaknya
mengisyaratkan bahwa bagaimanapun
sederhananya komunitas manusia,
memerlukan adanya
pendidikan. Sebab, pendidikan secara alami sudah
merupakan kebutuhan hidup manusia.1
Anak adalah
amanah dari Allah Swt. anak juga merupakan aset
bangsa. Untuk itu, anak harus diasuh, dibina, dididik, dan dilatih untuk
menjadi anak yang shaleh,
bertakwa kepada Tuhan, berbudi pekerti
luhur, beramal, dan mempuntai etika serta menguasai ilmu pengetahuan adan
teknologi. Sehubungan
hal tersebut, kita harus benar-benar
memperhatikan pendidikan mereka bahkan
sejak masih
dalam kandungan
(prenatal). Sebagaimana kita ketahui bahwa pada umumnya
pendidikan
itu dimulai sejak lahir
(postnatal),
namun dewasa
ini timbul
wacana baru yang menyatakan
bahwa pendidikan dapat dimulai sejak anak masih dalam kandungan. Baihaqi sebagaimana dikutip oleh Nur Uhbiyati
menyatakan bahwa anak di
dalam kandungan
(yang telah
mendapat ruh) sudah mampu merespon terhadap
segala stimulus dari lingkungan luarnya
yang kadang-kadang ibu yang mengandungnya
tidak menyadarinya. Al-
Qur’an telah menjelaskan bahwa ruh (nyawa) yang ditiupkan malaikat,
1
Jalaluddin,
Teologi Pendidikan
(Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada,
2003), hal. 67.
yang lantas memberi hidup kepada anak di dalam kandungan, sudah
memiliki daya kognitif yang
tinggi.2
Masa prenatal yaitu periode perkembangan manusia yang dimulai dari
pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran. Pendidikan prenatal artinya pendidikan bagi
anak yang
masih dalam
kandungan. Pra artinya sebelum, natal
artinya lahir. Jadi, pendidikan sebelum
dilahirkan. Adanya pengaruh suasana yang diberikan kepada anak pada masa di kandungan
dengan kecerdasan sang anak yang
dilahirkan, telah dilakukan penelitian oleh berbagai ilmuan modern, diantaranya seorang komponis
musik yang terkenal
yaitu: Johannes Chrysostomus Wolfgangus
Theophilus Mozart,
lebih dikenal dengan Mozart menghasilkan musik dengan
irama, melodi dan frekuensi-frekuensi tinggi sehingga merangsang dan memberi daya kepada daerah-daerah kreatif dan motivatif dalam
Dalam pemikiran
pendidikan Islam juga sudah dikembangkan
berbagai pemikiran yang menekankan
orang tua untuk mendidik anak pada masa prenatal, antara lain memelihara suasana psikologis yang damai
dan tentram
agar secara
psikologis janin dapat berkembang secara
normal, senantiasa meningkatkan
ibadah dan meninggalkan maksiat
terutama bagi ibu agar
janinnya mendapat sinaran cahaya dari
Allah Swt.
Keimanan menentukan kestabilan
psikologis ibu yang sedang hamil.
Keimanan mengajarkan kesabaran
dan istiqomah dalam menentukan
pilihan kehidupan.
Ketahanan jasmani dan rohani manusia
akan rapuh
jika
2
Nur
Uhbiyati, Long Life Education
Pendidikan Anak Sejak
Dalam
Kandungan
Sampai Lansia (Semarang: Walisongo Press, 2009), hal. 5-6.
3 Muhammad Za’im,
“Pendidikan Anak dalam Pengembangan Kecerdasan
IQ, EQ dan
SQ (Studi Kitab
Tuhfat Al-Mawdud Bi
Ahkam Al-Mawlud Karya Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah),” Muallimuna Jurnal Madrasah Ibtidaiyah 2,
no. 1 (2016): 81.
kerangka acuan hidup keagamaannya tidak lagi berkembang dalam
pribadinya sehingga mudah diserang
oleh penyakit
lahiriah yang berasal dari rohaniah.4
Surat al-Mukminun ayat 12-14
menjelaskan kejadian yang dilalui dalam proses prenatal yaitu:
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
saripati dari tanah. Kemudian
Kami menjadikannya nuthfah
dalam tempat yang kokoh.
Kemudian Kami ciptakan nuthfah itu
‘alaqah, lalu Kami ciptakan ‘alaqah itu mughdah, lalu Kami
ciptakan mughdah itu tulang
belulang, lalu Kami bungkus
tulang belulang itu dengan
daging. Kemudian Kami
mewujudkannya makhluk lain.
Maka Maha
banyak keberkahan
Allah, pencipta Yang
Terbaik. (Q.S al-Mukminūn: 12-14)
Menurut Ibnu
Qayyim Al Jauziyyah masa pendidikan
prenatal dibagi menjadi empat masa atau
tahapan, yaitu, 1) Menentukan jodoh, 2) menikah, 3)
masa kehamilan, 4) proses kelahiran,[2] 5
5 Muhammad Zaim,
“Pendidikan Anak dalam Pengembangan Kecerdasan
IQ, EQ dan
SQ (Studi Kitab
Tuhfat Al-Mawdud Bi
Ahkam Al-Mawlud Karya Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah),” Muallimuna Jurnal Madrasah Ibtidaiyah 2,
no. 1 (2016): 81.
Menurut Tafsir
Al-Mishbāh karya M. Quraisy Shihab, manusia yang memiliki ruh, sifat kemanusiaan, potensi untuk berpengetahuan,
mengarungi kedalaman
samudra serta menjelajahi angkasa luar. Hal
tersebut tercapai karena
Allah mewujudkannya, dengan memelihara dan
mendidiknya. Dan manusia memiliki
potensi yang sangat besar sehingga
ia dapat melanjutkan
evolusinya hingga mencapai kesempurnaan
makhluk.5 Tugas utama
dari keluarga
bagi pendidikan
anak ialah
sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.
Sifat dan tabiat anak
sebagian besar diambil dari kedua
orang tuanya
dan dari anggota keluarga yang lain.6
Sebagai orang tua atau pendidik,
harus sadar bahwa lingkungan
yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan anak adalah
4
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam (Jilid 2)
(Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 246-247.
5 Mustafa dan
M.Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbāh
(Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an) (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), hal. 164-169.
6 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu
Pendidikan (Jakarta: PT
Raja Grafindo
Persada, 2009),
hal. 38.
keluarga, disamping lingkungan sekolah dan masyarakat. Berhasil
tidaknya proses pendidikan juga
sangat bergantung pada lingkungan yang
menumbuhkan dan mengembangkan
anak-anak. Oleh karena itu, orang tua
perlu memberikan
keteladanan yang baik. Tanpa keteladanan
(uswāh hasanah), rasanya sulit mengkader generasi
yang Qur’ani
yang kelak
akan meneruskan cita-cita Islam.7
Pada kenyataannya
sekarang ini, pendidikan prenatal
kurang
mendapat
perhatian, bahkan cenderung diabaikan. Hal
ini, adalah
karena mereka menganggap bahwa perkembangan hidup individu dalam rahim ibu
sifatnya perkembangan fisik. Beberapa ayat
al-Qur’an dan hadis Nabi Saw
telah menjelaskan tentang kehidupan manusia sejak janin berada dalam kandungan ibunya. Islam juga mengajarkan sistem pendidikan prenatal dengan pembiasaan yang
baik menurut
ajaran Islam.8
Pendidikan yang
dapat dipelajari
pada masa
prenatal
diharapkan
mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat terutama bagi orangtua
akan pentingnya pendidikan pada
masa prenatal. Didalam
al-Qur’an juga telah dijelaskan
terkait penciptaan manusia serta tahapan-tahapannya.
Oleh karena itu, menarik
untuk mengkaji
konsep pendidikan prenatal ini dengan melakukan
studi terhadap
tafsir al-Qur`an.
Masalah yang menjadi
fokus kajian penelitian ini, adalah
bagaimana hakikat pendidikan masa
prenatal
dalam al-Qur’an Tafsir Al-
Mishbāh karya M. Quraisy Shihab?
Dan
bagaimana bentuk-bentuk usaha pendidikan orang tua terhadap
anak pada
masa prenatal dalam al-Qur’an
Tafsir Al-Mishbāh karya M.
Quraisy Shihab?
7
Abdul
Mustaqim, Menjadi Orangtua Bijak:
Solusi Kreatif Menangani
Berbagai Masalah pada
Anak (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2005), hal. 22-23.
8 Basri dan Saebani, Ilmu Pendidikan Islam (Jilid 2).
Metode
Jenis penelitian
ini adalah
penelitian kualitatif 9 yang berupa
studi
kepustakaan dengan pendekatan tafsir tematik (mawdhū’i), yaitu
menganalisis kelompok
ayat yang memiliki hubungan tematik.
Pengumpulan data dilakukan melalui
penelusuran ayat-ayat melalui kata- kata
kunci di mu’jam
al-Qur`an sesuai dengan rumusan masalah yang
diteliti. Ayat-ayat
yang telah terkumpul kemudian diklasifikasikan
berdasarkan kesesuaian
isinya berdasarkan Tafsir
Al-Mishbāh karya M. Quraish
Shihab. Metode analisis data dalam
penelitian ini adalah analisis isi
(content analysis). Teknik analisis isi adalah teknik analisis untuk
mengurai isi dan karakteristik
pesan utama
secara sistematis. Selain fungsi tersebut, teknik analisis isi juga digunakan untuk mengurai pemikiran
sebuah buku dengan
kategori-kategori teoritik sehingga ditemukan
konteks dari pesan yang disampaikan
oleh sebuah buku.10 Kesimpulan
dicapai dengan metode
induksi, yaitu bertitik tolak dari
hasil analisis
yang bersifat khusus kemudian merumuskan dalam pernyataan yang bersifat
umum.11
Sejauh penelusuran
penulis, penelitian mengenai konsep
pendidikan prenatal Tafsir
Al-Mishbāh karya
M. Quraish
Shihab belum banyak diteliti oleh para
peneliti terdahulu. Di antara karya
yang berkaitan
dengan pendidikan prenatal
dalam al-Qur`an adalah tesis karya Arief
Rifkiawan Hamzah, yang berjudul,
“Pendidikan Prenatal menurut Ibn
Qayyim al-Jawziyah dan Implikasinya terhadap Perkembangan Potensi
hal. 1.
9 Suwandi,
Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008),
10 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, trans. oleh Alwiyah
Abdurrahman (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993), hal.
72-73.
11 Sudarto, Metode Penelitian Filsafat (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada,
1997), hal.
57-58.
Anak, (Studi Kitab Tuhfatul Maudūd bi ahkāmil
Maulūd)”.Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui konsep pendidikan prenatal
menurut Ibn Qayyim al-Jawziyah
dan implikasinya kepada calon
pengantin dan perkembangan potensi anak.12
Penelitian selanjutnya
adalah berjudul, “Pendidikan Anak
Pranatal
Menurut Ajaran Islam”, hasil penelitian
Armin Ibnu
Rasyim dan Halimatus Syadi’yah. Artikel tersebut
adalah hasil penelitian kepustakaan yang menganalisis berbagai pemikiran yang
berkembang dalam khazanah pendidikan Islam menegnai pendidikan anak masa pranatal. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, pendidikan
anak pranatal
menurut ajaran Islam pada aspek psikis
dapat meliputi;
1) mendirikan
shalat, membaca al- Qur’an, dan selalu
berdo’a, dengan cara ini akan
berdampak kepada anak untuk beribadah yang
Islami, 2) Pendidikan anak pranatal
menurut ajaran Islam pada aspek fisik dapat meliputi;
mengkonsumsi makanan yang bergizi dan melakukan olah raga dengan baik, dengan cara ini akan
berdampak kepada pertumbuhan
dan perkembangan anak dengan baik, dan
3) Pendidikan
anak pranatal
menurut ajaran Islam pada aspek
psikis dan psikis dapat meliputi; berakhlak
mulia, mengikuti pengajian, memilih lingkungan yang sehat dan Islami, dan melakukan dialog dan bercerita,
dengan cara ini akan
memberikan dampak baik kepada pertumbuhan
dan perkembangan kepada kehidupan anak, juga kepada tingkat intelegensi
dan kecerdasan
emosional anak sesudah lahir.13
12 Rifkiawan Hamzah,
“Pendidikan Prenatal menurut
Ibn Qayyim al- Jawziyah
dan Implikasinya terhadap
Perkembangan Potensi Anak,
(Studi Kitab Tuhfatul Maudūd bi
ahkāmil Maulūd)” (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016).
13 Armin Ibnu
Rasyim dan Halimatus
Sya’diyah, “Pendidikan Anak
Pranatal Menurut
Ajaran Islam,” Jurnal Aksioma Ad-Diniyah 1,
no. 1 (2013): 54.
Hasil dan
Pembahasan
Tafsir Al-Mishbāh
Penulis Tafsir
al-Mishbāh adalah Muhammad Quraish Shihab,
beliau lahir pada 16
Februari 1964 di Rappang, Sulawesi
Selatan. Ia putra dari Abdurrahman Shihab seorang guru besar dalam bidang tafsir yang pernah menjadi Rektor IAIN Alauddin serta tercatat sebagai salah satu pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Ujung Pandang. Selain
mengenyam pendidikan dasar di
Ujung Pandang,
ia digembleng
ayahnya untuk mempelajari al-Qur’an. Pada tahun 1958, Quraish berangkat ke Kairo,
Mesir, atas bantuan beasiswa dari
Pemerintah Sulawesi Selatan. Ia diterima
di kelas II Tsanawiyah al-Azhar. Sembilan tahun kemudian,
tahun 1967, pendidikan
strata satu diselesaikan di Universitas al-Azhar
Fakultas Ushuluddin Jurusan
Tafsir-Hadis. Pada tahun 1969 gelar M.A
diraihnya di universitas yang
sama.14
M. Quraish
Shihab sempat kembali ke Indonesia,
namun tak
lama
sebab pada tahun 1980 ia kembali lagi ke Universitas al-Azhar untuk
menempuh program doctoral. Ia
hanya meerlukan
waktu dua
tahun, 1982, untuk menyelesaikan jenjang pendidikan strata tiga itu. Bahkan
yudisiumnya medapat
predikat summa cumluade
dengan penghargaan
tingkat I. Ia pun tercatat sebagai
orang pertama di Asia Tenggara yang meraih gelar doktoral dalam ilmu-ilmu al-Qur’an di Universitas al- Azhar.15
Tafsir Al-Mishbāh
ditulis oleh M. Quraish
Shihab ketika beliau
menjadi duta besar RI
di Mesir.
Dari sekian
banyak karyanya, Tafsir al-
Mishbāh merupakan mahakaryanya yang paling monumental. Tafsir ini
14 Saiful Amin
Ghofur, Mozaik Mufasir al-Qur’an
dari Klasik hingga
Kontemporer (Yogyakarta:
Kaukaba Dipantara, 2013), hal. 186.
15 Ibid.
telah menempatkannya sebagai mufasir Indonesia nomor pertama yang mampu menulis tafsir al-Qur’an 30 juz dengan sangat mendetail hingga
15 jilid/volume.
Ia menafsirkan al-Qur’an secara runtut sesuai dengan
tertib susunan
ayat dan
surah.16
Sebelum memulai
menafsirkan surah, Quraish terlebih dahulu
memberi pengantar, yang berisi
antara lain, nama surah, dan nama lain surah tersebut, jumlah ayat (terkadang disertai penjelasan tentang
perbedaan penghitungan), tempat turun
surah (al-makiy dan al-madaniy) disertai pengecualian
ayat-ayat yang tidak termasuk kategori,
nomor surah
berdasarkan urutan
mushaf dan urutan turun, tema pokok, keterkaitan
(munāsabah) antara surah
sebelum dan sesudahnya, dan sebab
turun ayat
(asbābun nuzūl).17 Dalam pengantar surah, Quraish juga menyampaikan
pembahasan mengenai
tujuan surah atau tema pokok surah. Menurut
prinsip Quraish Shihab,
jika mampu diungkap tema-tema pokok setiap
surah, maka secara umum
dapat diperkenalkan
pesan utama
setiap surah, dan dengan
memperkenalkan ke 114 surah, kitab suci ini akan dikenal
lebih dekat dan mudah.18
Setelah pengantar
surah, Tafsir
al-Mishbāh memulai penafsiran
dengan pengelompokan ayat yang memiliki
kesamaan tema pembahasan, penjelasan tema umum kelompok ayat yang ditafsirkan, dengan
menjelaskan hubungan
atau munāsabah
antara ayat yang ditafsirkan
dengan kelompok ayat sebelumnya.
Tema umum kelompok ayat,
terkadang juga disampaikan dengan menghubungkan tema pembahasan
16 Mustafa dan
M.Quraish Shihab, Membumikan Kalam
di Indonesia
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 188.
17 Ghofur, Mozaik
Mufasir al-Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer.
18 Anwar Mujahidin,
“Paradigma Baru Mengenai
Harta Studi Terhadap
Tafsir
Al-Mishbāh Karya M.Quraish
Shihab,” Dialog: Jurnal Penelitian
dan
Kajian Keagamaan 70
(2010): 92.
kelompok
ayat dengan
konteks masa Nabi Muhammad saw.
Pembahasan dilanjutkan dengan penjelasan bagian-bagian ayat, dan ditutup dengan
kesimpulan, baik pada bagian
ayat maupun
akhir pembahasn
akhir ayat.19
Tafsir Al-Misbāh ini
tentu saja tidak murni hasil penafsiran
(ijtihad) Quraish Shihab saja.
Sebagaimana pengakuannya sendiri, banyak sekali ia mengutip dan menukil
pendapat-pendapat para ulama,
baik klasik
maupun kontemporer. Yang paling
dominan tentu saja kitab Tafsir Nazm
al-Durar karya ulama abad pertengahan
Ibrahim ibn ‘Umar al-Biqa‘i (w
885/1480). Ini wajar, karena
tokoh ini merupakan objek penelitian
Quraish ketika menyelesaikan
program Doktornya di Universitas Al- Azhar. Muhammad Husein Thabathab’i, ulama Syi’ah modern yang
menulis kitab Tafsîr
al-Mizan lengkap 30 juz, juga banyak menjadi
rujukan Quraish dalam tafsirnya
ini. Dua tokoh ini kelihatan sangat
banyak mendapat perhatian
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbāh nya.
Selain al-Biqā’i dan Thabathaba’i, Quraish juga banyak mengutip
pemikiran-pemikiran Muhammad al-Thantawi, Mutawalli as-Sya‘rāwi,
Sayyid Quthb dan Muhammad Thāhir ibn Asyūr.20
Fase Perkembangan
Janin Masa
Prenatal
Asal kejadian
manusia dan perkembangbiakannya dijelaskan
dalam surat al-Nisā’ ayat
, sebagai
berikut:
Artinya: “Hai sekalian
manusia, bertakwalah kepada Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan menciptakan
darinya pasangannya: Allah
memperkembangbiakkan dari
keduanya laki-laki
yang banyak dan perempuan. Dan
19 Anwar Mujahidin,
Antropologi Tafsir
Indonesia; Analisis Kisah Ibrahim, Musa, dan Maryam dalam Tafsir Karya Mahmud Yunus, Hamka, dan M. Quraish Shihab (Ponorogo:
STAIN Po Press, 2016), hal. 279.
20 Muhammad Iqbal,
“Metode Penafsiran Al-Qur’an M. Quraish Shihab,”
Tsaqafah 6, no. 2 (2010):
260.
bertakwalah kepada
Allah yang
dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (pelihara pula) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah Maha mengawasi
kamu.” (Q.S al-Nisā’: 1)
M. Quraish Shihab menjelaskan
bahwa kata
(ةدحاو سفن) min nafsin wāhidāh pada ayat di
atas dipahami
oleh para
Ulama dalam
arti Adam
as, dan
ada juga yang memahaminya dalam jenis manusia laki-laki dan
perempuan. Syekh Muhammad
Abduh, al-Qāsimi, dan beberapa ulama’
kontemporer lainnya
memahaminya demikian, sehingga ayat ini sama dengan
firman-Nya dalam (Q.S al-Hujarāt
ayat 13).
Surat al-Hujarāt ayat
13 memang berbicara tentang asal kejadian manusia yang sama dari seorang
ayah dan
ibu yakni
sperma ayah dan ovum atau
indung telur ibu. Tetapi, tekanannya pada persamaan hakikat kemanusiaan orang
perorangan, karena
setiap orang walau berbeda-beda ayah dan ibunya,
tetapi unsur dan proses
kejadian mereka sama. Karena itu, tidak wajar
seseorang menghina tau merendahkan
orang lain. Adapun ayat an-Nisa’
ini, menjelaskan kesatuan
dan kesamaan orang-perorangan dari segi
hakikat kemanusiaan, tetapi
konteksnya untuk menjelaskan banyak dan
berkembangbiaknya mereka
dari seorang ayah yakni Adam dan seorang ibu yakni Hawa. Ini dipahami oleh pernyataan: Allah
memperkembangbiakkan laki-laki
yang banyak dan perempuan. Ini
tentunya baru sesuai jika kata min nafsin wāhidāh
dipahami dalam arti ayah manusia seluruhnya (Adam as) dan pasangannya (Hawa) lahir
darinya laki-laki dan perempuan
yang banyak. Memahami makna min nafsin wāhidāh sebagai Adam as, menjadikan
kata (اهجوز)
zāujāhā, yang
secara harfiah bermakna pasangannya,
adalah isteri Adam as yaitu
Hawa. Agaknya, karena ayat ini menyatakan
bahwa pasangan
itu diciptakan
dari
min nafsin wāhidāh
yang berarti
Adam, maka para mufassir terdahulu
memahami bahwa isteri Adam
di ciptakan
dari Adam
sendiri.21
Penegasan Allah bahwa (اهجوز
اهنم قلخ) khalaqa
minhā zaujahā atau Allah menciptakan
darinya, yakni nafsin
wāhidah itu pasangannya
mengandung makna bahwa pasangan
suami istri hendaknya menyatu
sehingga menjadi diri yang satu, yakni menyatu
dalam perasaan dan
pikirannya, dalam cita dan harapannya,
dalam gerak dan langkahnya,
bahkan dalam menarik dan
menghembuskan nafasnya.22
Kata (ماحرلاا)
al-arhām
adalah bentuk jamak dari rahim yaitu
tempat peranakan. Disanalah benih anak tinggal, tumbuh dan lahir.
Selanjutnya berkembang
biak. Rahim adalah yang menghubungkan
seseorang dengan
yang lainnya, bahklan melalui rahim menjadi
persamaan sifat, fisik,
dan psikis yang tidak dapat diingkari. Kalaupun
persamaan itu tidak banyak,
tetapi ia pasti ada. Betapapun,
dengan rahim telah terjalin hubungan yang
sangat erat antar manusia. Karena
itu, Allah
mengancam siapa yang memutuskan,
dan menjanjikan keberkatan dan usia yang panjang bagi siapa yang memeliharanya. Di sisi lain, dengan
jalinan rahim, seseorang
akan merasa sangat dekat, sehingga atas
namanya seorang saling bantu
membantu dan tolong menolong.23
Kesimpulan dari
penjelasan ayat di atas adalah
Allah menciptakan
manusia pertama
yaitu Adam as, kemudian menciptakan pasangannya
yaitu Hawa. Allah memperkembangbiakkan dari keduanya laki-laki dan
perempuan yang banyak. Populasi
manusia pada mulanya bersumber dari
21 M.Quraisy Shihab,
“Tafsir Al-Misbah Vol.
2,” in Tafsir Al-Misbah
(Jakarta: Lentera Hati, 2004), hal. 314-315.
22 Shihab, “Tafsir Al-Misbah Vol. 2.”
23 Ibid.
satu pasangan, kemudian satu pasangan tersebut berkembangbiak,
demikian seterusnya hingga setiap
saat bertambah.
Surat al-Haj ayat 5 menjelaskan tentang perkembangbiakan
manusia yang semula
dari manusia pertama yaitu Adam, kemudian
bereproduksi dengan sistem kehamilan.
Artinya:“Sesungguhnya kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian
dari segumpal darah,
kemudian dari segumpal daging
yang sempurna kejadiannya
dan yang tidak sempurna agar kami
jelaskan kepada kamu dan kami
tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian agar kamu mencapai masa terkuat
kamu, dan diantara kamu ada yang diwafatkan
dan diantara
kamu ada yang dikembalikan sampai
ke umur yang rendah
hingga akhirnya dia tidak
mengetahui sesuatu pun yang dahulu
telah diketauhinya. Dan engkau
melihat bumi kering kerontang, maka apabila telah Kami turunkan
air di
atasnya dia bergerak dan mengembang dan menumbuhkan berbagai jenis yang
indah.” (Q.S al-Haj: 5)24
Pendapat M. Quraish Shihab
tentang bagian dari ayat 5
surat al-
Hajj dijelaskan bahwa penciptaan Adam
as berasal
dari tanah
atau turāb. Kemudian
dilanjutkan dengan reproduksi manusia, yang mana turāb disini diartikan sebagai sperma sebelum bertemu dengan indung telur.
Pemahaman demikian atas dasar bahwa asal usul sperma
adalah dari makanan manusia, baik tumbuhan maupun hewan yang bersumber dari tanah.
Jika dipahami
demikian, maka keseluruhan tahap yang
disebut pada ayat ini berbicara
tentang reproduksi manusia sampai pada saat anak
tersebut dilahirkan. Kemudian dilanjutkan
dengan penjelasan satu-persatu
tahapannya.
24 M.Quraisy Shihab,
“Tafsir Al-Misbah Vol.
9,” in Tafsir Al-Misbah
(Jakarta:
Lentera Hati, 2004), hal. 10.
M. Quraish Shihab menjelaskan
tentang tahapan-tahapan prenatal sebagai berikut: (1) ةفطن nuthfah dalam bahasa
Arab berarti
setetes yang dapat membasahi.
Ada juga yang memahami kata itu dalam arti hasil
pertemuan sperma dan ovum. Penggunaan
kata ini menyangkut proses
kejadian manusia
sejalan dengan penemuan ilmiah yang
menginformasikan bahwa
pancaran mani dari alat kelamin pria
mengandung sekitar
dua ratus juta benih manusia, sedang yang berhasil
bertemu dengan indung wanita
hanya satu.
Ada juga
yang memahami
kata nuthfāh dalam arti hasil pertemuan
sperma dan ovum; (2) ةقلع ‘alaqah terambil dari kata (قلع) ‘alaq. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata itu
diartikan dengan segumpal
darah yang membeku, sesuatu yang seperti
cacing, sesuatu yang bergantung
atau berdempet. Tetapi pengertian
tersebut berbeda dengan
para ahli embriologi
yang
mengartikan ‘alaqah sebagai sesuatu yang bergantung atau berdempet di dinding rahim.
Menurut mereka, setelah terjadi
pembuahan (nuthfah yang
berada dalam rahim itu), maka proses
di mana hasil pembuahan itu menghasilkan zat baru,
yang kemudian terbelah menjadi dua, demikian seterusnya
berkelipatan dua, dan dalam
proses itu, ia bergerak menuju
dinding rahim dan akhirnya
bergantung dan berdempet di sana; (3) ةغضم mudghāh terambil
dari kata
(غضم) yang
berarti mengunyah. Mudgah adalah
sesuatu
yang kadarnya
kecil sehingga
dapat dikunyah. ةقلخم
mukhallaqah
terambil
dari kata
)قلخ) khalaqa
yang berarti mencipta atau menjadikan. Patron
kata yang digunakan dalam ayat ini mengandung makna pengulangan.
Dengan demikian penyifatan
(ةغضم) mudghah
dengan mukhallaqah mengisyaratkan bahwa
sekerat daging itu mengalami penciptaan
berulang-ulang kali dalam
berbagai bentuk, sehingga pada akhirnya
mengambil bentuk manusia (bayi) yang sempurna semua organnya dan tinggal
menanti masa kelahirannya.25
Dalam ayat ini dijelaskan
juga bahwa Allah SWT. menciptakan
sesuatu itu berpasang-pasangan. Menciptakan
pasangan-pasangan bagi
tumbuh-tumbuhan, yang dengan pasangannya
ia dapat
berkembang biak. Semua makhluk hidup memiliki
pejantan dan betina, baik makhluk
hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia
maupun benda yang tidak bernyawa.26
Kesimpulan dari pernyataan
ayat di atas adalah bahwa dalam
surat al-Hajj ayat 5 menurut M.
Quraish Shihab menjelaskan tema tentang
manusia yang tidak percaya
dan membantah tanpa dasar tentang kuasa Allah membangkitkan manusia setelah kematian. Melalui ayat ini Allah
mengajak manusia untuk merenungkan
kuasa Allah
dan keniscayaan
hari kebangkitan. Misalnya, kekuasaan Allah terhadap proses penciptaan
manusia, reproduksi manusia, beserta
dengan menciptakan makhluk hidup dengan berpasang-pasangan dan mengembang biakkannya.
Di dalam al-Qur’an surat
al-Mukminūn ayat 12-16 juga dijelaskan
tentang tahap prenatal
yaitu:
Artinya:“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
saripati dari tanah. Kemudian
Kami menjadikannya nuthfah
dalam tempat yang kokoh.
Kemudian Kami ciptakan nuthfah itu
‘alaqah, lalu Kami ciptakan ‘alaqah itu mughdah, lalu Kami
ciptakan
mughdah itu tulang belulang, lalu Kami bungkus
tulang belulang itu dengan
daging. Kemudian Kami
mewujudkannya makhluk lain. Maka
Maha banyak
keberkahan Allah, pencipta Yang
Terbaik.(Q.S al-Mukminūn:12-14)27
25 Shihab, “Tafsir Al-Misbah Vol. 9.”
26 Ibid.
27 Ibid.
Menurut M. Quraish Shihab
ayat ini
menjelaskan tentang proses kejadian manusia. Uraian tentang proses tersebut yang demikian
mengagumkan membuktikan perlunya beriman
dan tunduk
kepada Allah SWT. serta keharusan
mengikuti jejak-jejak orang-orang mukmin. Hal itulah yang dapat mengantar manusia mencapai kesempurnaan hidup
duniawi dan ukhrawi. M. Quraish
Shihab mengutip dari āl-Biqā’i yang
menguraikan munasabah
ayat-ayat tersebut dengan menyatakan bahwa, akhir
ayat yang
lalu berbicara
tentang pewarisan surga di hari
kemudian. Ada kelompok yang menuju surga
yang penuh
kenikmatan dan ada juga kelompok yang menuju neraka. Kami kuasa membangkitkan kamu
kembali, walaupun jasad kamu telah koyak dan telah menjadi
tanah. Karena tanah pernah menjadi sumber kehidupan. Sebagaimana Kami kuasa memulai dengan menciptakan orang tua kamu, Adam dari tanah yang ketika itu belum menjadi sumber kehidupan, maka kini Kami mampu
menghidupkan kamu semua kembali setelah
kamu menjadi
tanah yang sudah pernah hidup.28
Berbeda dengan
surat al-Hajj ayat 5, pada ayat ini banyak yang
berpendapat bahwa yang dimaksud (ناسنلإا) al-insān
adalah Adam as. Tetapi tidak menjadi halangan, karena anak keturunan Adam melalui
proses nuthfah. Pendapat lain
menyatakan, bahwa kata al-insān
dimaksud
adalah jenis manusia.
M. Quraish Shihab mengutip
dari
Al-Biqā’i, yang
menyatakan bahwa
)نيط نم ةللس) saripati
tanah, merupakan tanah yang
menjadi bahan penciptaan adam. Thāhir
Ibn ‘āsyur,
walaupun membuka kemungkinan memahami
kata al-insān
dalam arti Adam, cenderung
berpendapat bahwa al-insān yang dimaksud adalah putra
putri Adam
As.
Saripati dari tanah itu menurutnya adalah apa yang diproduksi oleh alat
28 Ibid.
pencernaan dari bahan makanan yang kemudian menjadi darah, yang
kemudian berproses hingga akhirnya
menjadi sperma. Ini yang dimaksud
saripati tanah karena
berasal dari makanan manusia baik tumbuhan
maupun hewan yang bersumber
dari tanah.29
Tahap-tahap prenatal dalam ayat ini sama
dengan yang dijelaskan
di dalam surat
al-Hajj
ayat 5
yaitu mencakup
nuthfāh,
‘alaqah, mudghah. Kemudian pada surat al-Mukminun ini menjelaskan secara detail tahap
pertama sampai menjadi
manusia sempurna yang memiliki
potensi yang sangat
besar. Selanjutnya (انوسكف) kasaunā terambil
dari kata
(ىسك) kasā yang berarti
membungkus. Daging yang diibaratkan pakaian yang
membungkus tulang.
M. Quraish Shihab mengutip dari Sayyid Quthub bahwa di sini seseorang berdiri tercengang dan kagum di hadapan yang
diungkapkan al-Qur’an
menyangkut hakikat pembentukan janin yang tidak diketahui secara
teliti
kecuali baru-baru ini setelah kemajuan yang dicapai
oleh Embriologi.
Kekaguman itu lahir antara lain
setelah diketahui bahwa sel-sel
tulang tercipta sebelum sel-sel daging, dan bahwa tidak
terdeteksi adanya
satu sel daging sebelum terlihat sel-sel tulang, persis
seperti yang diinformasikan ayat diatas:
Lalu Kami ciptakan mudhghah itu tulang belulang,
lalu Kami bungkus tulang belulang itu dengan
daging.30
Kata (أشنأ)
ānsya’a mengandung
makna mewujudkan sesuatu
serta memelihara dan mendidiknya. Penggunaan kata tersebut dalam
menjelaskan proses terakhir dari
kejadian manusia mengisyaratkan bahwa proses terakhir itu benar-benar berbeda
sepenuhnya dengan sifat, ciri, dan
keadaannya dengan apa yang ditemukan dalam proses sebelumnya.
29 Ibid.
30 Ibid.
Memang antara nuthfah
dan ‘alaqah
misalnya juga berbeda, namun
perbedaannya itu boleh jadi pada warna.
Namun, keduanya sama yakni
sesuatu yang tidak dapat hidup atau berdiri
sendiri. Disini yang muncul
adalah seorang manusia
yang memiliki ruh, sifat kemanusiaan, potensi
untuk berpengetahuan, mengarungi kedalaman
samudra serta menjelajahi luar angkasa. Hal mana tercapai karena Allah mewujudkannya sambil
memelihara dan mendidiknya.
Dalam konteks ayat diatas ulama’
memahami penekanan kata tsumma dan
fa
tersebut dengan kedudukan dan keajaiban yang demikian tinggi antara
yang satu
dan yang
lain. Ini
berarti peralihan nuthfah ke ‘alaqah serta
tulang yang terbungkus daging menuju
makhluk lain
merupakan peralihan yang sangat menakjubkan.31
Kemudian tahap terakhir dari
penjelasan ayat di atas adalah
اقلخ(
)رخآ
khālāqan ākhār atau makhluk lain mengisyaratkan bahwa ada
sesuatu yang dianugrahkan kepada makhluk yang dibicarakan ini
menjadikan ia berbeda
dengan makhluk-makhluk yang lain. Gorila atau orang hutan, memiliki organ yang sama dengan manusia. Tetapi ia berbeda dengan manusia, karena Allah telah menganugrahkan makhluk ini
ruh ciptaan-Nya
yang tidak
Dia anugrahkan
kepada siapa pun kendati kepada malaikat. Orang hutan atau
apapun akan berhenti evolusinya pada
kebinatangan, tetapi makhluk manusia
memiliki potensi yang sangat besar
sehingga ia dapat melanjutkan
evolusinya hingga mencapai kesempurnaan makhluk.32
Kesimpulan dari surat al-Mukminun
ayat 12-16 diatas yaitu
bahwa penciptaan manusia pertama menggunakan saripati
tanah,
31 Ibid.
32 Ibid.
penjelasan nuthfah,
‘alaqah, mudghah, dan peniupan
ruh sampai saat menjadi
bentuk manusia sempurna yang berpotensi
besar.
Yang berbeda
dari kedua ayat di atas adalah pada surat al-Hajj ayat 5 penciptaan manusia pertama menggunakan dengan kata turāb, tetapi
ada juga
yang berpendapat
bahwa turāb diartikan sebagai
keturunan dari Adam as, sedangkan surat al-Mukminun ayat 12-16 penciptaan
manusia pertama menggunakan kata
al-insān, akan
tetapi lebih cenderung kepada putra-putri Adam as. Dan penciptaannya menggunakan saripati tanah, maksudnya
adalah apa yang diproduksi oleh alat pencernaan dari bahan
makanan yang kemudian menjadi darah,
yang kemudian
berproses hingga akhirnya menjadi
sperma. Tahap-tahap prenatal dalam kedua ayat ini
sama yaitu nuthfah,
‘alaqah, mudghah. Akan tetapi
pada surat al- Mukminun disertai dengan penjelasan peniupan ruh pada kata ānsyā’a yang berarti mewujudkan sesuatu, memelihara dan mendidik. Dan akhir ayat
pada surat
al-Haj
dijelaskan sampai anak tersebut lahir
ke dunia
dan masa anak-anak, remaja serta tua
mengalami kepikunan. Dijelaskan juga bahwa
manusia itu diciptakan secara berpasang-pasangan jantan dan betina. Surat al-Mukminūn penjelasannya hanya sampai pada janin
membentuk manusia sempurna,
yang memiliki
evolusi dan potensi yang
besar.
Di dalam surat al-Zumar
ayat 6 menyebut tahap-tahap prenatal
dengan sebutan kejadian dalam
tiga kegelapan
adapun penjelasannya: Artinya: “...Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi
kejadian dalam tiga kegelapan,
yang demikian
itu adalah
Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan...”(Q.S al- Zumar:
6)33
33 M.Quraisy Shihab,
“Tafsir Al-Misbah Vol.
12,” in Tafsir Al-Misbah
(Jakarta:
Lentera Hati, 2004), hal. 187.
M. Quraish
Shihab menyatakan tentang ayat ini setelah
menegaskan penciptaan-Nya terhadap makhluk-makhluk tak bernyawa,
kini disebutkan penciptaan-Nya menyangkut makhluk hidup dengan
menguraikan penciptaan manusia yang
diajak oleh ayat-ayat sebelum al-
Zumar, untuk mengesakan Allah
dan memurnikan
kepatuhan kepada-Nya. Ayat di atas menyatakan
bahwa: Dia menciptakan kamu dari satu nafs yakni Adam as. Kemudian Dia jadikan darinya nafs itu pasangannya
yakni istrinya Hawwa dan
Dia menurunkan
untuk kamu
delapan macam pasangan dari binatang
ternak yaitu unta, sapi, domba, kambing. Dia
menjadikan kamu dalam perut yakni rahim ibu kamu kejadian
demi kejadian yang sangat mengagumkan yakni tahap demi tahap dalam tiga kegelapan. Kegelapan perut,
rahim, plasenta. Yang berbuat demikian
adalah Allah, Tuhan Pemelihara
dan Pembimbing
kamu.34
Berbeda-beda pendapat
Ulama’ tentang makna dari penggalan
ayat 6 dari surat al-Zumar:
( تاملظ
ىف قلخ
دعب نم
اقلخ مكتهمأ
نوطب ىف
مكقلحي ثلاث) tim penyusun
tafsir al-Muntakhab yang terdiri dari pakar Mesir,
mengomentari penggalan
ayat ini lebih kurang sebagai berikut: ovum berada disalah satu indung telur wanita. Ketika puncak kematangannya,
ovum akan keluar dari
dalam indung
telur kemudian
ditangkap oleh salah satu tabung valub. Di dalam saluran valub, ovum kemudian berjalan
menuju rahim dan baru akan sampai
ke rahim setelah beberapa hari.
Selanjutnya Tim Penyusun tafsir
al-Muntakhab mengemukakan mengenai penafsiran
tiga fase
kegelapan dalam ayat ini yaitu
indung telur, saluran valub, dan rahim.
Allah Sang
Pencipta telah mengisyaratkan fakta ilmiah
ini di dalam kitab suci-Nya pada saat orang belum menemukan ovum
34 Shihab, “Tafsir
Al-Misbah Vol. 12.”
pada binatang mamalia,
serta perjalanannya
di dalam
tubuh wanita
yang jauh dari penglihatan mata.35
Kemudian dalam surat al-Zumar
ayat 6,
Tim Penyusun
Tafsir al- Muntakhab mengemukakan
bahwa mengenai penafsiran tiga fase
kegelapan dalam
ayat ini, memang terdapat perbedaan pendapat di kalangan
para ahli.
Diantaranya: 1) perut, rahim dan
plasenta atau selaput pembalut janin. 2) perut, charlon
(membantu membentuk plasenta) dan ownion (selaput yang langsung
melapisi janin), 3) perut, punggung dan rahim. Mereka akhirnya mendapat kesimpulan bahwa: “tampaknya
pendapat terakhir yang paling
kuat karena merupakan tiga masa yang
terpisah dan berbeda-beda tempatnya.
Allah Sang Pencipta, telah
mengisyaratkan fakta ilmiah ini
di dalam
kitab suci-Nya
pada saat
orang belum menemukan ovum pada binatang
mamalia, serta perjalannannya di dalam tubuh
wanita yang jauh dari penglihatan
mata.36
Penjelasan dari
beberapa ayat di atas dapat
disimpulkan bahwa di
dalam al-Qur’an proses penciptaan manusia, reproduksi manusia serta
tahap-tahap dari penciptaannya telah dipaparkan secara jelas dan
berurutan. Di dalam al-Qur’an
disebutkan bahwa manusia diciptakan dari
setetes mani yang bercampur. Sejak itulah proses kehidupan manusia
dimulai dan pendidikan pun
bersamaan dalam proses pertemuan kedua
sel tersebut, sehingga pendidikan pada saat
itu sangat
penting bagi keturunan. Kandungan ibu (rahim) merupakan tempat pertumbuhan dan
perkembangan yang pertama
bagi anak. Anak dalam kandungan sudah
mempunyai jiwa,
sudah mengalami
perkembangan dan kemajuan jiwanya.
35 Ibid.
36 Ibid.
Masa prenatal
atau periode prenatal merupakan periode pertama dalam
rentang kehidupan manusia. Periode ini merupakan periode yang paling
singkat dari seluruh periode perkembangan
manusia, namun dalam banyak hal, merupakan periode yang terpenting dari semua periode
perkembangan, karena
memberi dasar untuk perkembangan selanjutnya.
Periode prenatal ini ditandai dengan
konsepsi (bertemunya ovum dengan sperma) dan diakhiri dengan kelahiran,
dengan jangka waktu kurang lebih
sembilan bulan sepuluh
hari.37 Saat ini banyak bukti
yang
menunjukkan bagaimana kondisi-kondisi dalam lingkungan prenatal
dapat dan sungguh mempengaruhi perkembangan prenatal ketika sudah
dilahirkan. Bukti ini Membenarkan bahwa mempelajari awal pembentukan kehidupan serta
perkembangan dan perilaku
manusia sebaiknya dilakukan dari saat
pembuahan dan bukan dimulai
dari saat
kelahiran. Demikian juga halnya dengan kegiatan pembinaan, pendidikan dan
pengembangan harus dimulai sedini mungkin.38
Menurut pernyataan
Cassimir bahwa bayi yang masih dalam
kandungan kurang lebih selama sembilan bulan itu telah dapat dididik
melalui ibunya. Pernyataan tersebut
menjelaskan bahwa perilaku-perilaku ibu waktu hamil menggambarkan anak dalam kandungan, jika ibu
berperilaku mendidik dirinya dan
anaknya dalam kandungan maka, anak
yang dikandungnya sampai
lahir ke dunia akan melanjutkan pendidikan
dan perkembangannya dengan baik.39 Dalam dunia pendidikan dikatakan
bahwa, pendidikan dan perkembangan anak itu perlu mendapatkan
37 Sri
Rumini dan Siti Sundari, Perkembangan
Anak dan Remaja (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), hal. 1.
38 Miftakhul Choiri,
“Dakwah Periode Prenatal,”
Jurnal Manajemen
Dakwah 2, no. 1
(2009): 77.
39 Mansur, Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan, Kado
buat pengantin
Baru, Calon Ibu dan Ibu Hamil (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2009), hal. 59.
perhatian tidak hanya setelah lahir (postnatal), tetapi pendidikan dan
perkembangan itu sudah dimulai
sejak anak
masih dalam
kandungan.40
Usaha-usaha Orang
Tua terhadap
Pendidikan Anak Masa Prenatal
Nilai-nilai dari al-Qur’an
hasil penafsiran M. Quraish Shihab di atas
dapat
mejadi konsep baru yang relevan
bagi pengembangan konsep
pendidikan anak masa pranatal. Menurut
Kuntowijoyo, wahyu al-Qur`an dapat menjadi paradigma untuk perumusan teori. Paradigma yang
dimaksud adalah sebagaimana
dipahami Thomas Kuhn bahwa pada
dasarnya realitas sosial itu
dikonstruksi oleh mode of thought atau
mode
of inquiry tertentu yang pada gilirannya
akan menghasilkan
mode
of knowing
tertentu pula. Dengan pengertian tersebut paradigma
al-Qur`an berarti
suatu konstruksi pengetahuan
yang memungkinkan umat Islam
memahami realitas sebagaimana
al-Qur`an memahaminya. Konstruksi
pengetahuan, dalam hal ini adalah
tentang unsur-unsur ilmu pendidikan
anak masa pranatal
yang akan menjadi dasar bagi umat untuk
merumuskan desain
besar mengenai sistem Islam termasuk sistem ilmu
pengetahuan dalam bidang pendidikan.41 Dengan demikian paradigma al- Qur`an
tidak hanya berhenti pada kerangka aksiologis tetapi juga dapat
berfungsi memberi kerangka epistemologis.42
Pendidikan pada
masa prenatal adalah pendidikan
bagi anak
yang
masih dalam kandungan.
Jadi, pendidikan sebelum dilahirkan.43 Yang mana pada saat kandungan
berusia (20 minggu), kemampuan bayi
untuk
40 Wiji Hidayati dan Sri
Purnami, Psikologi Perkembangan (Yogyakarta:
Teras, 2008), hal. 98.
41 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi,
Metodologi, dan Etika
(Bandung: Teraju Mizan, 2004), hal. 11-12.
42 Anwar Mujahidin,
“Epistemologi Islam, Kedudukan
Wahyu Sebagi
Sumber Ilmu,” Jurnal Ulumuna 17,
no. 1 (2013): 62.
43 Basri dan Saebani, Ilmu Pendidikan Islam (Jilid 2).
merasakan
stimulus telah berkembang dengan cukup
baik sehingga
dapat memulai permainan-permainan belajar. Sebelum dilahirkan dalam
perkembangan janin banyak
sel otak yang mati. Stimulasi pra lahir
memberi otak kesempatan
untuk memanfaatkan sel-selnya sebelum
kelahiran, artinya memberi bayi
kapasitas otak total yang lebih
besar dan
suatu langkah maju yang
nyata dalam
kehidupan.44 Dalam Pendidikan ini kedua orang tua merupakan sosok manusia yang pertama kali dikenal
anak, yang karenanya perilaku
keduanya akan sangat mewarnai terhadap
proses perkembangan anak selanjutnya,
sehingga faktor keteladanan dari keduanya
menjadi sangat diperlukan, karena apa yang didengar, dilihat, dan dirasakan anak di dalam berinteraksi dengan kedua orang tua akan sangat
membekas di memori anak.45
Al-Qur’an telah
menjelaskan secara jelas tentang tanggung
jawab
orang tua dalam
mendidik dan menjaga keluarga yaitu
pasangan dan anak- anak mereka. Seperti halnya, yang dijelaskan oleh M. Quraish Shihab bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Ini berarti
kedua orang tua bertanggung
jawab terhadap anak-anak dan juga
pasangan-pasangan masing-masing sebagaimana masing-masing
bertanggung jawab atas kelakuannya.
Dan bertanggung jawab menjaga
mereka dari siksa api neraka.
Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk
menciptakan satu rumah tangga
yang diliputi
oleh nilai-nilai
agama serta
dinaungi oleh hubungan yang
harmonis.
Pendidikan anak di dalam
kandungan memang tidak bisa
diberikan secara
langsung. Tetapi, dapat dilakukan dengan
menggunakan
44 F. Rene
de Carr dan
Marc Lehrer, Cara Baru
Mendidik Anak Sejak dalam
Kandungan, trans. oleh
Alwiyah Abdurrahman (Bandung:
Kaifa, 1999), hal. 45-46.
45 Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak
dalam Al-Qur’an
(Yogyakarta:
Teras, 2010), hal. 5.
stimulus dan respon terhadap janin tersebut. Pendidikan tidak hanya
dilakukan dari segi fisik saja akan tetapi
juga dapat dilakukan melalui
psikis anak. Sedangkan
M. Quraish Shihab menyatakan bahwa Allah
menciptakan manusia dengan bentuk
fisik dan
psikis yang sebaik-baiknya, yang menyebabkan manusia
dapat melaksanakan
fungsinya dengan sebaik mungkin. Hal ini dikemukakan dalam konteks penggambaran anugrah
Allah kepada manusia, dan
tentu tidak
mungkin anugrah tersebut tersebut terbatas pada bentuk fisik. Apalagi,
secara tegas Allah mengecam orang-
orang yang bentuk fisiknya
baik, namun jiwa dan akalnya kosong dari
nilai-nilai agama, etika, dan
pengetahuan. Di atas telah dijelaskan
bahwa peranan ibu bapak dalam kejadian anak-anaknya. Dari sini, ditemukan
sekian banyak petunjuk
agama yang berkaitan dengan hal ini. Bahkan lebih
jauh dari
itu, gejolak-gejolak
kejiwaan yang dialami oleh bapak
atau ibu pada saat berhubungan seksual dapat mempengaruhi jiwa janin.
Karena itu pula, agama menganjurkan
agar ibu dan bapak menciptakan
suasana tenang, bahagia,
serta diliputi oleh jiwa keagamaan pada saat
berhubungan, antara lain dengan
menganjurkan untuk membaca doa-doa tertentu. Adapun metode dan materi yang digunakan kedua orang tua dalam mendidik anak dalam kandungan dapat berupa latihan-latihan
ataupun kegiatan keagamaan.
M. Quraish
Shihab juga menjelaskan bahwa agar anak-anak
mereka semua menjadi
penyejuk-penyejuk mata bagi orang tuanya dan orang
lain melalui
budi pekerti
dan karya-karya
mereka yang terpuji, dan menjadi teladan
yang baik.
Dan sifat
hamba-hamba Allah yang terpuji ini
tidak hanya terbatas pada
upaya menghiasi
diri dengan
amal-amal terpuji, tetapi juga memberi
perhatian kepada keluarga, anak keturunan, bahkan
masyarakat umum. Doa mereka
itu, tentu saja dibarengi dengan usaha
mendidik
anak dan
keluarga agar mereka menjadi manusia-manusia
yang terhormat, karena anak dan pasangan
tidak dapat
menjadi penyejuk mata tanpa keberagamaan yang baik, budi pekerti
yang luhur
serta pengetahuan
yang memadai dan banyak.
Komunikasi dalam keluarga
dapat berlangsung secara timbal balik
dan silih
berganti. Awal terjadinya komunikasi karena
sesuatu pesan yang ingin disampaikan. Komunikasi berpola stimulus
respon yaitu model komunikasi yang masih terlihat dalam kehidupan keluarga. Komunikasi
seperti ini sering terjadi
pada saat orang tua mendidik bayi. Orang tua lebih aktif dan kreatif memberikan stimulus
(rangsangan), sementara itu bayi
berusaha memberikan respon (tanggapan).
Dengan pola komunikasi yang baik diharapkan akan tercipta pola asuh yang baik. Kegiatan
pengasuhan anak akan berhasil
dengan baik jika pola komunikasi yang
tercipta dilambari dengan
cinta dan kasih sayang, dengan memposisikan
anak sebagai subjek
yang harus dibina, dibimbing, dididik, dan bukan
sebagai objek semata.
Dari penjelasan tersebut jelaslah bahwa keluarga
adalah sebuah institusi
pendidikan yang utama dan bersifat kodrati.
Pendidikan dasar yang baik harus diberikan
kepada anggota keluarga
sedini mungkin dalam upaya memerankan
pendidikan, yaitu menumbuh
kembangkan potensi laten anak.46
Tujuan pendidikan
pralahir adalah membantu orang tua dan
anggota keluarga memberikan lingkungan lebih baik untuk calon bayi,
memberikan peluang untuk belajar
dini dan
anak yang
dapat berlangsung
selama-lamanya. Penelitian
dalam bidang perkembangan pralahir
menunjukkan bahwa selama berada dalam rahim, bayi dapat belajar,
46 Syaiful Bahri
Djamarah, Pola Komunikasi Orang tua dan
Anak dalam
Keluarga (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2004), hal. 1-3.
merasa, dan mengetahui perbedaan antara gelap dan terang pada saat
kandungan berusia lima bulan (20 minggu),
kemampuan bayi untuk
merasakan stimulus telah berkembang
dengan cukup baik sehingga dapat
mulai permainan-permainan belajar.47
Berdasarkan pernyataan
di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan prenatal adalah usaha sadar orang tua (suami-istri) untuk
mendidik anaknya yang masih
dalam kandungan istri. Usaha sadar
tersebut khusus ditujukan
kepada kedua orang tua karena anak dalam
kandungan memang belum mungkin
didik, apalagi diajar, kecuali oleh orang tuanya sendiri. Bentuk pendidikan anak prenatal
dengan memberikan rangsangan pada
anak dalam
kandungan yang disusun secara sistematis edukatif Islam yang dilakukan oleh orang tuanya, terutama
oleh ibunya melalui berbagai
metode pendidikan Islam.48
Secara psikologis,
getaran perasaan kasih sayang yang
tertumpah
dari sanubari seorang ibu sangat berpengaruh terhadap janin. Dan saat itulah proses pendidikan terhadap janin yang ada di dalam kandungan
mulai berperan. Didikan
ibu akan banyak memberikan dampak, dalam rangka
mengukir karakteristik anak yang sangat
dinantikan kehadirannya. Pendidikan ini berlangsung
dalam diri seorang ibu, baik anak itu lelaki
maupun perempuan. Pemeliharaan dan perhatian pada masa
kehamilan ini adalah bagian
terpenting dari tanggung jawab secara menyeluruh.
Sedangkan tujuan utamanya adalah
membangun kesehatan fisik dan jiwa
bayi dalam kesatuan kesempurnaan.49
47 Hidayati dan Purnami, Psikologi Perkembangan.
48 Rasyim dan
Sya’diyah, “Pendidikan Anak
Pranatal Menurut Ajaran
Islam.”
49 Aba Firdaus
Al-Halwani, Melahirkan Anak Saleh Kajian
Psikologi dan
Agama (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2003).
Simpulan
Berdasarkan kajian
dan pembahasan tentang konsep pendidikan prenatal dalam Tafsir Al-Mishbāh
karya Muhammad Quraish Shihab dapat
disimpulkan bahwa: (1) Hakikat fase
Prenatal
menurut M. Quraish shihab dibagi menjadi
empat, yaitu: tahap nuthfah,
alaqah, mudghah dan ansya’a khalqan ākhar. Pada tahap ansya’a
khalqan ākhar, Allah
menjadikan janin
tersebut sebagai makhluk lain dalam arti berbeda
dengan makhluk hidup yang
lainnya. Adapun makna dari tahapan-tahapan
di atas adalah Allah menciptakan
manusia berawal dari diciptakannya
Adam as, kemudian dikembangbiakkan menjadi keturunan manusia.
Manusia terdiri dari dua unsur yaitu fisik dan non fisik.
Yang mana
fisiknya berupa jasmani atau
anggota tubuh dan non fisiknya
berupa akal, hati, jiwa.
Kemudian setelah penciptaan manusia tersebut Allah
meniupkan ruh kepada janin
dan menjadikannya
hidup. Pada peniupan ruh tersebut
manusia sudah mempunyai fitrah serta potensi berpengetahuan.
Fitrah yang dimaksud adalah
keyakinan tentang keesaan Allah, yang
telah ditanamkan Allah dalam
diri setiap
insan; (2) Nilai-nilai dari al-Mishbāh karya M. Quraish Shihab di
atas relevan
dengan konsep pendidikan anak masa
prenatal. Secara psikologis, getaran perasaan kasih sayang yang
tertumpah dari sanubari seorang
ibu sangat berpengaruh terhadap janin. Dan saat itulah proses pendidikan terhadap janin yang ada di dalam
kandungan mulai berperan.
Orang tua mempunyai peranan yang cukup
berarti dalam pendidikan anak-anaknya,
termasuk dalam penyempurnaan keadaan fisik dan psikisnya. Peranan kedua orang tua dalam mendidik
anak di dalam kandungan
di antaranya yaitu menjalankan Ibadah,
membaca, menghafal, berdzikir, dialog,
mengikuti majlis ta’lim, bermain, musik, dan bernyanyi, praktek ibadah, bahasa, al-Qur’an dan al-Hadits,
akhlak mulia, etika, berbicara
dengan bayi, bersikap konsisten.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Halwani, Aba Firdaus.
Melahirkan Anak Saleh Kajian Psikologi dan
Agama. Yogyakarta:
Mitra Pustaka,
2003.
Basri, Hasan,
dan Beni
Ahmad Saebani.
Ilmu
Pendidikan Islam (Jilid 2).
Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Carr, F. Rene de, dan Marc Lehrer.
Cara Baru Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan. Diterjemahkan oleh Alwiyah Abdurrahman.
Bandung: Kaifa, 1999.
Choiri, Miftakhul.
“Dakwah Periode Prenatal.” Jurnal
Manajemen
Dakwah 2, no.
1 (2009):
77.
Djamarah, Syaiful
Bahri. Pola Komunikasi
Orang tua dan Anak dalam
Keluarga. Jakarta:
PT Rineka
Cipta, 2004.
Ghofur, Saiful
Amin. Mozaik
Mufasir al-Qur’an dari Klasik hingga
Kontemporer. Yogyakarta:
Kaukaba Dipantara, 2013.
Hamzah, Rifkiawan.
“Pendidikan Prenatal menurut Ibn Qayyim al-
Jawziyah dan Implikasinya terhadap
Perkembangan Potensi Anak, (Studi Kitab Tuhfatul Maudūd bi ahkāmil Maulūd).” UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2016.
Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta:
PT Raja Grafindo
Persada, 2009.
Hidayati, Wiji, dan Sri Purnami.
Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Teras, 2008.
Iqbal, Muhammad.
“Metode Penafsiran Al-Qur’an M. Quraish Shihab.”
Tsaqafah 6, no.
2 (2010).
Jalaluddin.
Teologi
Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003. Juwariyah. Dasar-dasar
Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an. Yogyakarta:
Teras, 2010.
Kuntowijoyo. Islam Sebagai
Ilmu, Epistemologi,
Metodologi, dan Etika.
Bandung: Teraju Mizan, 2004.
Mansur. Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan, Kado buat pengantin
Baru, Calon Ibu
dan Ibu
Hamil. Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2009.
Mujahidin, Anwar.
Antropologi
Tafsir Indonesia; Analisis Kisah Ibrahim,
Musa, dan Maryam dalam Tafsir
Karya Mahmud Yunus, Hamka, dan
M. Quraish
Shihab. Ponorogo: STAIN Po
Press, 2016.
———. “Epistemologi
Islam, Kedudukan Wahyu Sebagi Sumber
Ilmu.”
Jurnal Ulumuna 17, no. 1 (2013).
———. “Paradigma
Baru Mengenai Harta Studi Terhadap Tafsir Al- Mishbāh Karya M.Quraish Shihab.” Dialog:
Jurnal Penelitian dan Kajian
Keagamaan 70 (2010).
Mustafa, dan M.Quraish
Shihab. Membumikan
Kalam di Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Mustafa, dan M.Quraisy Shihab.
Tafsir Al-Mishbāh (Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an). Jakarta: Lentera Hati,
2002.
Mustaqim, Abdul. Menjadi Orangtua Bijak: Solusi Kreatif Menangani
Berbagai Masalah pada
Anak. Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2005.
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Diterjemahkan
oleh
Alwiyah Abdurrahman. Yogyakarta: Gadjah
Mada University
Press,
1993.
Rasyim, Armin Ibnu,
dan Halimatus Sya’diyah. “Pendidikan Anak
Pranatal Menurut Ajaran Islam.”
Jurnal
Aksioma Ad-Diniyah 1, no.
1 (2013): 54.
Rumini, Sri,
dan Siti
Sundari. Perkembangan Anak dan
Remaja. Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2004.
Shihab, M.Quraisy. “Tafsir
Al-Misbah Vol. 12.” In Tafsir
Al-Misbah.
Jakarta: Lentera Hati, 2004.
———. “Tafsir Al-Misbah Vol.
2.” In
Tafsir
Al-Misbah. Jakarta: Lentera
Hati,
2004.
———.
“Tafsir Al-Misbah Vol. 9.” In
Tafsir
Al-Misbah. Jakarta: Lentera
Hati,
2004.
Sudarto. Metode Penelitian Filsafat. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,
1997.
Suwandi. Memahami Penelitian
Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta,
2008. Uhbiyati, Nur. Long Life Education
Pendidikan Anak Sejak Dalam
Kandungan Sampai Lansia. Semarang:
Walisongo Press, 2009.
Zaim, Muhammad.
“Pendidikan Anak dalam Pengembangan Kecerdasan IQ, EQ dan SQ (Studi
Kitab Tuhfat Al-Mawdud Bi Ahkam Al- Mawlud
Karya Ibnu
Al-Qayyim Al-Jauziyah).” Muallimuna Jurnal
Madrasah Ibtidaiyah 2, no.
1 (2016):
81.
[1] Muhammad Zaim, “Pendidikan Anak dalam Pengembangan Kecerdasan
IQ,
EQ dan SQ
(Studi Kitab Tuhfat
Al-Mawdud Bi Ahkam
Al-Mawlud Karya Ibnu Al-Qayyim
Al-Jauziyah),” Muallimuna Jurnal Madrasah
Ibtidaiyah 2, no. 1 (2016): 81.
IQ,
EQ dan SQ
(Studi Kitab Tuhfat
Al-Mawdud Bi Ahkam
Al-Mawlud Karya Ibnu Al-Qayyim
Al-Jauziyah),” Muallimuna Jurnal Madrasah
Ibtidaiyah 2, no. 1 (2016): 81.